Senin, 05 Desember 2011

profil rahmad darmawan pelatih U-23

BIODATA
Nama : Rahmad Darmawan
Lahir: Metro, Lampung, 26 November 1966
Istri : Dinda Eti Yuliawati
Anak : 1. Febia Aldina Darmawan (15 tahun), 2. Ravaldi A. Darmawan (10 tahun)
Alamat : Ligamas Regency Blok D5/I Karawaci Tangerang
Karier Pelatih:
-Asisten Pelatih Timnas Piala Tiger 2002
-Pelatih Persikota 2003
-Pelatih Persipura 2005
-Pelatih Persija 2006
-Pelatih Sriwijaya FC 2007
Prestasi:
-Juara Liga Indonesia 2005 bersama Persipura
-Juara Copa Indonesia 2007 bersama Sriwijaya FC
-Juara Liga Indonesia 2007 bersama Sriwijaya FC

FENOMENAL! Demikian kata yang tepat untuk menggambarkan prestasi Rahmad Darmawan. Lima tahun setelah memulai kariernya sebagai pelatih, pada tahun 2005 Rahmad mengantongi gelar juara Liga Indonesia (LI). Dan, dua tahun setelah gelar pertama itu, Rahmad mengantongi sekaligus dua gelar juara, yaitu Copa Indonesia (CI) dan LI 2007.
Rahmad, kelahiran Metro, Lampung, 28 November 1966, memulai kariernya sebagai pesepakbola di Persija “Macan Kemayoran” Jakarta. Pensiun sebagai pemain di klub Ibu Kota itu, Rahmad mencoba peruntungannya sebagai pelatih di Persikota Tangerang. Rahmad melatih klub berjuluk Bayi Ajaib itu selama empat tahun, mulai dari tahun 2000.
Sembari melatih Persikota, Rahmad mengasah keterampilannya sebagai pelatih dengan belajar ke luar negeri. Di penghujung kariernya sebagai Pelatih Persikota, Rahmad mengantongi International Licence di bawah bimbingan Horst Kriete dan Bernd Fisher. Usai mendapatkan lisensi tertinggi itu, Rahmad langsung hijrah ke Persipura Jayapura.
Di bawah tangan dinginnya, Persipura, yang mulai pudar namanya, kembali bangkit dan meraih gelar juara LI 2005. Prestasi ini langsung melambungkan nama Rahmad. Rahmad kemudian melabuhkan hatinya ke Persija. Pilihannya kembali ke Ibu kota itu, pada akhirnya disesali Rahmad. Suami dari Eti Yuliawati itu mengakui kesalahannya menerima pinangan Persija. Pasalnya, di Persija dia tidak bisa berbuat banyak. Rahmad tidak bisa memilih pemain-pemain yang akan memperkuat timnya, padahal memilih pemain merupakan tugas dan kewajiban seorang pelatih kepala.
Terperosok di Ibu kota, Rahmad mengikat kontrak selama dua tahun dengan Sriwijaya FC Palembang (sebelumnya bernama Persijatim Jakarta). Di klub ini, Rahmad dibebaskan mengatur segi teknis tim, tanpa ada intervensi siapa pun. Hasilnya, Rahmad meraih double winner di tahun pertamanya di Palembang. Padahal, dia hanya ditargetkan membawa Sriwijaya FC ke zona Liga Super.

pemain timnas

Pemain Timnas U-23 Garuda Muda Sea Games Paling Favorit Versi Korando

 
 
 
 
 
 
2 Votes
Titus Bonai, Patrich Wanggai dan Andik Vermansyah adalah pemain Timnas U-23 Garuda Muda Sea Games 2011 paling favorit  versi Korando. Titus Bonai dan Patrich Wanggai adalah duo maut atau duo mutiara hitam Timnas Garuda Muda dari papua yang saat menjadi buah bibir pembicaraan masyarakat Indonesia. Saat ini duo striker tersebut menjadi buah bibir pecandu bola Indonesia karena kiprahnya di Sea Games 2011. Ke duanya memiliki karakter yang sama bermain sangat cepat, bertenaga, skillnya lumayan tinggi dan sama-sama emosional. Keduanya juga sangat impresif dan haus gol saat berada di depan gawang lawan. Keduanya selama dalam pertandingan di Sea Games selalu menciptakan gol.
Tibo paggilan akrab Titus Bonai mempunyai kebiasaan unik selalu memegang dan menggoyang-goyang jaring lawan saat akan menerima umpan tendangan penjuru. Tibo dengan stamina yang sangat prima selalu dapat dengan cerdik memanfaatkan peluang yang dan menciptakan kesempatan emas bagi temannya. Kecepatan lari yang demikian gesit ditambah tendangan kerasnya tampaknya patut untuk ditakuti penjaga gawang dan pemain belakang lawan. Tibo juga sangat pintar mebaca posisi penjaga gawang lawan. Dia sangat jeli menempatkan tendangan dan sundulun sehingga dapat menjebol gawang lawan.
Dalam tiga laga di Sea Games keduanya telah mengkoleksi sejumlah gol . Setelah pertandingan melawan Thailand, Tibo telah menghasilkan 4 gol sedangkan Wanggai 3 gol.  Kunci keberhasilan Duet maut mutiara hitam itu adalah saling belajar terhadap karakter masing-masing. “Pertama-pertama saya belajar karakter Wanggai. Bagaimana orangnya dan skill-nya. Itu membuat saya padu dengan Wanggai,” kata Tibo. Wanggai pun mengaku tidak terlalu sulit menyatu dengan Tibo. “Mungkin karena kami sama-sama berasal dari Papua. Jadi, kami sudah mengenal karakter satu sama lain,” ungkap Wanggai.
Tibo tak mengira akan diduetkan dengan Wanggai. Akan tetapi sejak bergabung di Pelatnas jelang SEA Games, ia mulai belajar karakter pemain. Dia tak mempermasalahkan siapa yang akan jadi duetnya di lini depan. Sejak pertama diturunkan berpasangan dengan Wanggai saat menggguduli Kamboja  6-0,  Tibo telah merasakan Wanggai adalah pasangan klop. “Pertama-tama saya belajar karakter teman, bagaimana orangnya dan skillnya,” ujarnya.
Kemampuan skill Wanggai memang luar biasa. Ia mampu melakukan apa saja jika berada dalam kotak penalti lawan. Bahkan Wanggai bisa menjadi algojo menakutkan melalui bola-bola mati. Permainan cepat dan ekspolsif telah diperlihatkan keduanya dalam tiga laga yang telah dijalani timnas. Tibo-Wanggai tak hanya mahir dalam menjebol jala lawan. Keduanya juga kerab memberikan umpan manis yang  membahayakan di depan gawang lawan. Tibo  beberapa kali memberi umpan sangat matang kepada Wanggai yang mampu diceploskan menjadi gol ke gawang Singapura. Sebaliknya Wanggai juga turut berperan besar atas terciptanya gol ketiga Indonesia ke gawang Thailand yang dicetak Ferdinan Sinaga. Dengan serangan cepat, Wanggai mengejar bola dari sisi kakan pertahanan Thailand dan langsung memberikan bola sodoran kepada Ferdinan untuk memperbesar kunggulan menjadi 3-1. Patrich Wanggai Striker asal Persidafon Dafonsoro itu , belum berpikir untuk menjadi pencetak gol terbanyak di SEA Games XXVI. Penyerang asal Papua itu hanya ingin mempersembahkan kemenangan bagi Indonesia.
Selain duet Tibo dan Wanggai, pemain Garuda Muda yang sedang bersinar terang adalah Andik Vermansyah. “Si Kancil Dari Surabaya” itu membuat decak kagum para penggila bola karena dengan larinya yang sangat gesit saat melewati pemain belakang lawan. Gerakan nya yang sangat lincah dan posturnya yang kecil tersebut mengingatkan orang pada sosok legenda bola dari Surabaya jaman dulu, Abdul Kadir. Abdul Kadir saat jaman keemasannya juga dijuluki sama, yaitu si Kancil dari Surabaya. Ternyata sosok hebat tersebut duhulu kala adalah seorang loper koran dan bekas penjual minuman di stadion Tambak Sari Surabaya. Tetapi saat ini dengan kerja keras dan prestasinya, “Si Penjual Minum Stadion” itu berubah menjadi “Si Kancil dari Surabaya” yang mampu menjadi idola baru di persepakbolaan Indonesia
Si kecil Andik mempunyai kecepatan tinggi  dan  pergerakkannya lincah seperti layaknya seekor kijang berlari, Andik sulit ditempel oleh pemain belakang lawan. Sudah beberapa kali ia menunjukkan kelebihannya itu saat menggiring bola menusuk ke jantung pertahanan lawan. Salah satu aksinya yang menawan saat ia melewati pemain belakang Kamboja di laga perdana sebelum memberikan umpan silang yang kemudian diselesaikan dengan gol oleh Ramdhani Lestaluhu. Saat melawan Kamboja juga Andik mencetak gol dengan tendangan yang keras setelah melakukan overlaping ke tengah lapangan melewati beberapa pemain Kamboja.  Saat menghancurkan Thailand, giliran Andik diberi kesempatan sebagai starter. Saat membawa bola dengan kecepatan tinggi, karena kewalahan Theeraton Bunmathan. Bunmathan  langsung mengayunkan tangan kanannya ke muka andik untuk menghadang laju Andik. Bunmathanpun terkena kartu kuning. Tetapi dia diganjar kartu merah, karena mendapatkan akumulasi dua kartu kuning oleh wasit asal Korea Kim Jong Hyeok. Andik juga jadi penyebab pemain Thailand lainnya, Ekkasit Chaobut diganjar kartu kuning karena mengganjal dengan keras kaki Andik.
Pergerakkan Andik memang lincah, larinya kencang layaknya seekor kijang berlari. Andik sulit ditempel oleh pemain belakang lawan. Sudah beberapa kali mantan penjual minuman di stadion itu menunjukkan kelebihannya itu saat menggiring bola menusuk ke jantung pertahanan lawan.

Inilah Pemain Timnas Garuda Muda Paling Favorit Versi Korando

  1. Titus Bonai (Persipura Jayapura)
  2. Patrich Wanggai (Persidafon)
  3. Andik Vermansyah (Persebaya Surabaya)
  4. Diego Michiels
  5. Kurnia Meiga (Arema Indonesia)
  6. Okto Maniani (Sriwijaya FC)
  7. Egi Melgiansyah (Pelita Jaya)
  8. Ferdinan Sinaga
  9. Abdul Rahman
  10. Mahardiga Lasut
  11. Hasim Kipauw
  12. Arditani Ardiyasa (Persija Jakarta)
  13. Muhamad Ridwan (Persita Tangerang)
  14. Abdul Hamid Mony (Persiba Balikpapan)
  15. Safri Umi (Persiraja Banda Aceh)
  16. Yongki Aribowo (Arema Indonesia)
  17. Diaz Angga Putra (Persib Bandung)
  18. Johan Ahmad Farizi (Arema Indonesia)
  19. Gunawan Dwi Cahyo (Sriwijaya FC)
  20. Rahmat Latif (Sriwijaya FC)
  21. Fachrudin (PSS Sleman)
  22. Septia Hadi (PSPS Pekanbaru)
  23. Dendi Santoso (Arema Indonesia)
  24. Hendro Siswanto (Persela Lamongan)
  25. Ramdani Lestaluhu (Persija Jakarta)
  26. Nasution Karubaba (Perseman Manokwari)
  27. Engelberth Sani (Pelita Jaya)
  28. Johan Yoga (Persib Bandung)
  29. Rishadi Fauzi (Persita Tangerang)
  30. Aris Alfiansyah (Persela Lamongan)
  31. Risky Novriansyah (Persijap Jepara)
  32. David Lali (Persipura Jayapura)
  33. Ruben Wuarbanaran (proses WNI)

SEJARAH

Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepak bola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936 milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) milik seseorang yang berketurunan Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia milik bumiputra. Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) sebuah organisasi sepak bola orang-orang Belanda di Hindia Belanda menaruh hormat kepada PSSI lantaran SIVB yang memakai bintang-bintang dari NIVB kalah dengan skor 2-1 melawan VIJ.
NIVU yang semula memandang sebelah mata PSSI akhirnya mengajak bekerjasama. Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937. Pascapersetujuan perjanjian ini, berarti secara de facto dan de jure Belanda mengakui PSSI. Perjanjian itu juga menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepak bola di Hindia Belanda. Salah satu butir di dalam perjanjian itu juga berisi soal tim untuk dikirim ke Piala Dunia, dimana dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia (semacam seleksi tim). Tapi NIVU melanggar perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya. NIVU melakukan hal tersebut karena tak mau kehilangan muka, sebab PSSI pada masa itu memiliki tim yang kuat. Dalam pertandingan internasional, PSSI membuktikannya. Pada 7 Agustus 1937 tim yang beranggotakan, di antaranya Maladi, Djawad, Moestaram, Sardjan, berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal Nan Hwa pernah menyikat kesebelasan Belanda dengan skor 4-0. Dari sini kedigdayaan tim PSSI mulai kesohor.
Atas tindakan sepihak dari NIVU ini, Soeratin, ketua PSSI yang juga aktivis gerakan nasionalisme Indonesia,sangat geram. Ia menolak memakai nama NIVU. Alasannnya, kalau NIVU diberikan hak, maka komposisi materi pemain akan dipenuhi orang-orang Belanda. Tapi FIFA mengakui NIVU sebagai perwakilan dari Hindia Belanda. Akhirnya PSSI membatalkan secara sepihak perjanjian Gentlemen’s Agreement saat Kongres di Solo pada 1938.
Maka sejarah mencatat mereka yang berangkat ke Piala Dunia Perancis 1938 mayoritas orang Belanda. Mereka yang terpilih untuk berlaga di Perancis, yaitu Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten). Mereka diasuh oleh pelatih sekaligus ketua NIVU, Johannes Mastenbroek. Mo Heng, Nawir, Soedarmadji adalah pemain-pemain pribumi yang berhasil memperkuat kesebelasan Hindia Belanda, tetapi bertanding di bawah bendera kerajaan Nederland. [3]

[sunting] Piala Dunia FIFA

Indonesia pada tahun 1938 (di masa penjajahan Belanda) sempat lolos dan ikut bertanding di Piala Dunia 1938. Waktu itu Tim Indonesia di bawah nama Dutch East Indies (Hindia Belanda), peserta dari Asia yang pertama kali lolos ke Piala Dunia. Indonesia tampil mewakili zona Asia di kualifikasi grup 12. Grup kualifikasi Asia untuk Piala Dunia 1938 hanya terdiri dari 2 negara, Indonesia (Hindia Belanda) dan Jepang karena saat itu dunia sepak bola Asia memang hampir tidak ada. Namun, Indonesia akhirnya lolos ke final Piala Dunia 1938 tanpa harus menyepak bola setelah Jepang mundur dari babak kualifikasi karena sedang berperang dengan Cina.
Pemain Hindia Belanda di Piala Dunia 1938, saat melawan Hungaria

[sunting] Pertandingan melawan Hongaria

Pada 5 Juni 1938, sejarah mencatat pembantaian tim Hungaria terhadap Hindia Belanda. Mereka bermain di Stadion Velodrome Municipale, Reims, Perancis. Sekitar 10.000 penonton hadir menyaksikan pertandingan ini. Sebelum bertanding, para pemain mendengarkan lagu kebangsaan masing-masing. Kesebelasan Hindia Belanda mendengarkan lagu kebangsaan Belanda Het Wilhelmus. Karena perbedaan tinggi tubuh yang begitu mencolok, walikota Reims menyebutnya, "saya seperti melihat 22 atlet Hungaria dikerubungi oleh 11 kurcaci."
Meski strategi tak bisa dibilang buruk, tapi Tim Hindia Belanda tak dapat berbuat banyak. Pada menit ke-13, jala di gawang Mo Heng bergetar oleh tembakan penyerang Hongaria Vilmos Kohut. Lalu hujan gol berlangsung di menit ke-15, 28, dan 35. Babak pertama berakhir 4-0. Nasib Tim Hindia Belanda tamat pada babak kedua, dengan skor akhir 0-6. Pada saat itu Piala Dunia memakai sistem knock-out.
Meskipun kalah telak, surat kabar dalam negeri, Sin Po, memberikan apresiasinya pada terbitan mereka, edisi 7 Juni 1938 dengan menampilkan headline: "Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah".[4]
Setelah penampilan perdana itu, Indonesia tidak pernah lagi masuk babak pertama Piala Dunia FIFA, dengan hasil paling memuaskan adalah Sub Grup III Kualifikasi Piala Dunia FIFA 1986. Ketika itu Indonesia hampir lolos ke Piala Dunia 1986 tetapi Indonesia kalah di partai final kualifikasi melawan Korea Selatan dengan agregat 1-6.

[sunting] Piala Asia

Di kancah Piala Asia Indonesia pertama kali tampil di putaran final pada tahun 1996 di Uni Emirat Arab (UAE). Indonesia berhasil membuat kejutan di pertandingan pertama dengan berhasil menahan imbang Kuwait 2-2, tetapi akhirnya tersingkir di penyisihan grup setelah kalah 2-4 dari Korea Selatan dan kalah 0-2 dari tuan rumah UAE. Indonesia meraih kemenangan pertama pada tahun 2004 di China setelah menaklukkan Qatar 2-1. Yang kedua diraih ketika mengalahkan Bahrain dengan skor yang sama tahun 2007, saat menjadi tuan rumah turnamen bersama Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Piala AFF

Di kancah Asia Tenggara sekalipun, Indonesia belum pernah berhasil menjadi juara Piala AFF (dulu disebut Piala Tiger) dan hanya menjadi salah satu tim unggulan. Prestasi tertinggi Indonesia hanyalah tempat kedua di tahun 2000, 2002, dan 2004, dan 2010 (dan menjadikan Indonesia negara terbanyak peraih runner-up dari seluruh negara peserta Piala AFF). Di ajang SEA Games pun Indonesia jarang meraih medali emas, yang terakhir diraih tahun 1991

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons